
Dalam salah satu tweet-nya, Novel Baswedan mengatakan bahwa “Penafsiran kata sengaja adalah pelajaran dasar dalam hukum pembuktian…”.
Hal ini tentunya untuk menanggapi pernyataan jaksa yang menuntut pelaku penyiraman air keras kepadanya (novel) dengan menggunakan pasal 353 Jo. Pasal 55 ayat KUHP, dengan alasan tiadanya kesenggajaan dari pelaku penyiraman untuk melukai mata Novel Basewedan.
Pernyataan Fredrik Adhar, JPU dalam kasus air keras Novel sontak menuai pro dan kontra di masyarakat luas. Bagaimana bisa pelaku yang menyiram seseorang seusai shalat subuh di anggap tidak sengaja atau ketika seseorang menyiram dengan sengaja pada badan dan dianggap tidak sengaja mengenai mata, tepatkah penafsiran yang dilakukan oleh JPU tersebut jika di ulik dari sudut pandang hukum pidana ?
Kata sengaja dalam KUHP adalah terjemahan dari bahasa Belanda opzet. Misalnya terdapat dalam pasal 191 yang berbunyi, “hij die opzettelijk eenig electriteitswerk nielt … Yang artinya “Barangsiapa dengan sengaja merusak suatu bangunan listrik … juga di pasal 338 yang berbunyi “hij die opzettelijk een ander Van hey leven berooft … Yang artinya “Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain …”.
Dalam doktrin, selanjutnya dapat dibedakan menjadi dua jenis delik yakni delik dolus (kesengajaan) dan delik culpa (ketidaksengajaan). Kemudian dapat ditemukan pula oleh para ahli yang memadankan schuld adalah culpa dan opzet adalah dolus atau kesengajaan.
Dalam memori penjelasan pembentukan KUHP (Memorie Van Toelichting), para penyusun KUHP mengartikan “sengaja” sebagai “Opzettelijk plegen Van een misdriff atau kesengajaan melakukan kejahatan. Sebagai het teweegbrengen Van verboden handeling willens en wetens atau sebagai melakukan tindakan yang terlarang secara dikehendaki dan diketahui.
Perkataan willens en wetens memberikan suatu kesan, bahwa seseorang dianggap sengaja melakukan kejahatan apabila ia benar-benar berkehendak melakukan kejahatan tersebut dan mengetahui maksud dari perbuatannya sendiri.
Menurut Van Hamel dalam inleiding, hal 287, ada tiga bentuk opzet yang di akui secara umum yaitu :
1. Opzet als oogmerk
2. Opzet bij zekerheids-bewustzin
3. Opzet bij mogelijkheids-bewustzin
Opzet als oogmerk menurut Van Hattum hanya bisa ditunjukan kepada tindakan-tindakan, baik itu merupakan tindakan untuk melakukan sesuatu (Een doen), tindakan tidak melakukan sesuatu (Een nalaten) atau tindakan untuk menimbulkan suatu akibat yang dilarang oleh undang-undang.
Jadi apabila seseorang dalam melakukan tindakan terlarang dan menyadari bahwa akibat tersebut pasti timbul ataupun mungkin timbul karena tindakan yang sedang ia lakukan sedang timbulnya tindakan tersebut memang ia kehendaki maka apabila kemudian benar bahwa akibat tersebut telah timbul karena perbuatannya dapat dikatakan bahwa orang tersebut mempunyai opzet als oogmerk pada timbulnya akibat bersangkutan.
Sedangkan Opzet bij zekerheids-bewistzijn dapat di contohkan seperti ini : seseorang hendak membunuh saingannya di pertarungan politik dengan cara menembaknya dengan AK47. Sedangkan disekitar lawan politiknya itu ada orang lain yang ia ketahui jika dilepaskan tembakan maka orang lain tersebut akan ikut terkena tembakan walaupun ia tidak bermaksud untuk membunuhnya. Apabila kemudian orang lain yang bukan pesaingnya itu benar-benar mati atau terkena tembakan maka dapat dikatakan ia telah melakukan kesengajaan dalam bentuk opzet zekerheids-bewustzijn. Zeker berarti pasti sedangkan bewust berarti sadar, zekerheids bewustzijn berarti sadar akan kepastian.
Selanjutnya dalam melakukan suatu delik atau perbuatan yang dilarang oleh UU yang pada waktu melakukan perbuatannya tersebut mempunyai kesadaran tentang kemungkinan timbulnya suatu akibat yang lain daripada yang ia kehendaki dan apabila kesadaran akan kemungkinan timbulnya akibat lain itu tidak membuat dirinya membatalkan niatnya dan kemudian ternyata bahwa akibat semacam itu benar-benar terjadi, maka akibat seperti itu si pelaku dikatakan mempunyai opzet mogelikheids-bewustzijn. Mogelijkheids berarti “kemungkinan”. Sehingga ia sadar akan kemungkinan yang akan terjadi. Atau juga disebut dolus eventualis.
Namun terkait bentuk opzet yang terakhir ini belum dianut pada putusan pengadilan, Pompe mengatakan sebelum tahun 1945 belum ada putusan yang menganut dolus eventualis ini.
Kemudian juga dikenal dolus premeditatus dan dolus impectus. Dolus premeditatus adalah opzet yang terbentuk setelah dipikirkan dan direncanakan dengan tenang. Sedangkan dolus impectus adalah opzet yang terbentuk tanpa dipikirkan ada direncanakan secara tenang.








