Foto : sangkola / kasoami / kantofi

Media sosial khususnya Facebook tengah heboh atas beredarnya sebuah tangkapan layar yang berisi tentang sebuah pesan singkat melalui aplikasi messenger yang di duga kuat bermuatan penghinaan atas suku Buton.

Tangkapan layar tersebut berisi “pesan” Dari AFL kepada seseorang yang kini viral di media sosial telah mendapat tanggapan beragam, bahkan sebagian pihak telah menempuh jalur untuk untuk meminta pertanggungjawaban terduga pelaku atas pernyataannya yang telah menyinggung perasaan orang Buton.

AFL menulis dalam pesannya :

Krna yang bt lia di hurnala kebanyakan orng Buton thu dong badaki, rmh badaki, zg ada marga, bru dong pung mkanan sangkola.. Jadi bt zg bisa tinggal hidup deng dng orang buton apalagi se tau beta anak kesehatan tho jadi musti bersih 🙏🙏

Pesan AFL tersebut dinilai banyak pihak telah menghina suku Buton. Banyak orang Buton dari berbagai daerah ramai-ramai mencuit tentang sangkola menanggapi pesan AFL. Nah, apakah “pesan” AFL ini memenuhi unsur penghinaan, baik dalam KUHP maupun UU ITE.

Dalam KUHP penghinaan termasuk dalam suatu bentuk kejahatan. Dalam KUHP penghinaan diatur dalam pasal 310 sampai 321. Bentuk penghinaan dalam KUHP, dengan berkembangnya teknologi kemudian di serap dalam UU ITE yaitu UU Nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi Elektronik dan kemudian di ubah dengan UU Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE.

Tentang penghinaan melalui media elektronik dalam UU ITE diatur dalam pasal 27 ayat 3 yang berbunyi :

setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”

Ada beberapa unsur dalam pasal ini sebagai berikut :

1. Unsur setiap orang, orang adalah perorangan baik warga negara indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum

2. Dengan sengaja tanpa hak yaitu tindakan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan yang telah direncanakan atau di niatkan terlebih dahulu dan tanpa sepengetahuan dari orang yang berhak.

3. mendistribusikan adalah mengirimkan dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada banyak Orang atau berbagai pihak melalui Sistem
Elektronik.

4. mentransmisikan adalah
mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ditujukan kepada satu pihak lain melalui Sistem Elektronik.

5. Membuat dapat diakses adalah semua perbuatan lain selain mendistribusikan dan mentransmisikan melalui Sistem Elektronik yang menyebabkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat diketahui pihak lain atau publik.

6. Informasi Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Sedangkan yang dapat menjadi objek dari penghinaan dan pencemaran nama baik dapat digolongkan menjadi : (1) pribadi perorangan (2) kelompok atau golongan (3) suatu agama (4) orang yang sudah meninggal (5) para pejabat yang meliputi pegawai negeri, kepala negara dan wakilnya dan pejabat perwakilan asing..

Pasal 27 ayat 3 dalam UU ITE sebagaimana “akarnya” Di KUHP juga merupakan delik aduan absolut. Sehingga agar kasus ini di proses oleh APH harus terlebih dahulu dilakukan oleh pihak korban.

Dalam kasus sangkola, AFL hanya mengirimkan pesan privat kepada seseorang yang oleh orang yang dikirimi pesan tersebut kemudian di screenshoot dan disebarkan. Jadi dalam peristiwa ini terdapat dua subjek hukum yang saling berkaitan satu sama lain.

Menilai secara sederhana di frasa seperti “kebanyakan orang Buton badaki… Menurut hemat kami dapat djkategorikan sebagai perbuatan merendahkan martabat orang lain. . Dalam arti memenuhi unsur penghinaan. Sebagaimana R.Soesilo dalam tafsir KUHP menyebutkan bahwa kata penghinaan dalam pasal 310 KUHP memiliki arti merendahkan martabat seseorang.

Sedangkan terkait terduga subjek pelaku sesungguhnya keduanya dapat dimintai pertanggungjawaban karena satu berperan sebagai yang “mentransmisikan” Dan satu lagi “mendistribusikan”. Hanya tentu kembali lagi pada delik pasal ini adalah delik aduan yang artinya tergantung pada laporan yang dibuat di hadapan APH.

Mediasi

Walaupun terduga –menurut hemat kami telah memenuhi unsur, akan lebih elok jika kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan. Pada beberapa picture yang berbeda nampak terduga pelaku sudah memohon maaf atas kekhilafannya. Oleh karena itu akan lebih baik jika diselesaikan melalui restorative justice.

Hal ini tentu akan di upayakan oleh pihak kepolisian mengingat Surat edaran Kapolri bernomor: SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif, dimana dalam surat edaran tersebut diperintahkan kepada penyidik polri yang menangani kasus berkaitan dengan penerapan UU ITE untuk lebih mengedepankan upaya perdamaian antara kedua belah pihak dan mengutamakan restorative justice.

Penerapan restorative justice dalam permasalahan ini akan memberikan kemanfaatan bagi terduga pelaku dan para korban. Sehingga meningkatkan kohesi sosial masyarakat.

Tinggalkan komentar