Oleh : Sakiyuddin Sabzavari

Penetapan COVID-19 sebagai bencana nasional tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) 12/2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Covid-19 telah mengakibatkan banyak perusahaan dan atau pengusaha yang terkena dampak hingga mengalami kerugian yang cukup besar. Dan beberapa harus gulung tikar. Sehingga harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Lalu apa hak-hak pekerja yang di PHK karena pandemic Covid-19 ?, sebelum membahas itu lebih jauh terlebih dahulu dipahami bentuk perselisihan hubungan industrial.

Ada empat bentuk perselisihan hubungan industrial menurut UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (selanjutnya “UU/13/2003”) yakni perselisihan hak, perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan, perselisihan kepentingan, dan perselisihan PHK.

PHK dapat dilakukan oleh Pengusaha, Pekerja dan PHK bukan dari pengusaha dan pekerja. Dalam “UU/13/2003” telah diatur jenis-jenis PHK sesuai dengan sebab-sebabnya. Ada 17 jenis PHK. Diantaranya adalah PHK yang terjadi akibat karena perusahaan merugi atau mengalami force majeure, sebagaimana diatur dalam pasal 164 ayat (1) yang berbunyi :

“Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur), dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Menurut Prof. Dr. R. Wirjono Prodjodikoro S. H. keadaan memaksa dalam hukum adalah keadaan yang menyebabkan bahwa suatu hak atau suatu kewajiban dalam suatu perhubungan hukum tidak dapat dilaksanakan. Selain doktrin penjelasan mengenai keadaan memaksa juga dapat diperoleh melalui berbagai peraturan perundang-undangan, yang oleh Rahmat S.S. Soemadipradja telah disarikan unsur-unsurnya sebagai berikut :

  1. Terjadinya keadaan /kejadian di luar kemauan, kemampuan atau kendali  para pihak;
  2. Menimbulkan kerugian bagi para pihak atau salah satu pihak;
  3. Terjadinya peristiwa tersebut menyebabkan tertunda, terhambat, terhalang, atau tidak dilaksanakannya prestasi para pihak;
  4. Para pihak telah melakukan upaya sedemikian rupa untuk menghindari peristiwa tersebut;
  5. Kejadian tersebut sangat mempengaruhi pelaksanaan perjanjian.

Lebih lanjut Rahmat S.S Soemadipraja mengatakan, “Awalnya, hanya peristiwa-peristiwa yang dikategorikan sebagai bencana yang murni disebabkan oleh alam, seperti banjir, tanah longsor, dan gempa bumi. Kemudian, berkembang ke peristiwa-peristiwa yang dikategorikan sebagai bencana yang disebabkan oleh perbuatan manusia, seperti kerusuhan, pemberontakan, dan bencana nuklir.

Selain kedua penyebab itu, peristiwa-peristiwa lain yang disebabkan oleh keadaan darurat, kebijakan pemerintah, dan kondisi teknis yang berada di luar kemampuan para pihak pun akhirnya dimasukkan sebagai peristiwa yang dapat menyebabkan terjadinya force majeure”.

Berdasarkan penjelasan diatas maka Keputusan Presiden (Keppres) 12/2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Sebagai Bencana Nasional adalah merupakan dasar hukum yang kuat untuk alasan Pengusaha melakukan PHK.

Kembali kepada pasal 164, akibat hukum dari PHK karena keadaan memaksa adalah …” pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4)”.

Besarnya pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak yang diterimakan kepada pekerja yang terkena PHK tergantung pada lamanya masa kerja. Untuk nilai besarannya lihat pasal 156. Agar mudah dipahami, berikut contoh perhitungan hak yang wajib diterima oleh pekerja yang di PHK :

Yahya telah bekerja pada sebuah perusahaan di Makassar selama 6 tahun. Dengan jabatan sebagai kepala gudang. Ia di tempatkan di kota Baubau setiap bulan Yahya mendapat gaji tetap Rp. 3.000.000. selain itu ia juga diberikan tunjangan antara lain :

  1. Tunjangan jabatan (tetap)                                            : Rp. 200.000/bulan
  2. Tunjangan keluarga (tetap)                                          : Rp. 150.000/bulan
  3. Tunjangan masa kerja (tetap)                                       : Rp.100.000/bulan
  4. Tunjangan Makan & Transportasi                                : Rp. 30.000/bulan

Total upah pokok dan tunjangan tetap yang diterimanya setiap bulan : Rp. 3.450.000

Pada tahun ke -6 perusahaan tersebut mengalami kerugian. Semua pekerja di PHK termasuk Yahya.  Sesuai ketentuan pasal 164 UUKK, kompensasi yang diterima Yahya adalah sebagai berikut :

  1. Uang pesangon (1 x ketentuan)

7 x Rp. 3.450.000                                                        : Rp. 24.150.000

  • Uang penghargaan masa kerja ( 1 x ketentuan)

3 x Rp. 3.450.000                                                        : Rp. 10.350.000

  • Besarnya uang penggantian Hak :
  • Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur

12/30 x Rp. 3.450.000                                           : Rp. 1.380.000

  • Penggantian perumahaan, pengobatan & perawatan

15% x (7 x 3.450.000 + 3 x 3.450.000)                : Rp. 5.175.000

  • Biaya Transportasi Makassar ke Baubau               : Rp. 600.000

Maka total jumlah yang harus diterima Yahya adalah              : Rp. 41.655.000.

Tinggalkan komentar