
Kita sering menjumpai nama perusahaan yang menggunakan kata “CV”, baik usaha perdagangan maupun jasa. Paling banyak dalam usaha jasa konstruksi.
Pada kesempatan ini kita akan coba mengulas segala hal tentang CV, mulai dari pengertian, dasar hukum, jenis, pertanggungjawaban hukum, hingga berakhirnya CV.
CV adalah kependekan dari Commanditaire vennootschap atau lazim diterjemahkan dengan perseoran Komanditer. Pengertian CV menurut pasal 19 KUHD adalah suatu perseroan untuk menjalankan suatu perusahaan yang dibentuk antara satu orang atau beberapa orang pesero yang secara tanggung menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya (tanggung jawab solider) pada satu pihak, dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang (geldschieter) pada pihak lain (C.S.T Kansil, 2015:73)
Mengenai geldschieters dalam pasal 19 ayat 1 KUHD terdapat terjemahan berbeda-beda. Subekti menerjemahkan dengan istilah “pelepas uang”, Tirtaamidjaja menerjemahkannya “si pemberi uang” sedangkan Sukardono lebih tepat menerjemahkannya dengan istilah “seorang yang mempercayakan uang” (C.S.T Kansil, 2015:73)
Dalam rancangan undang-undang usaha perseorangan dan usaha bukan badan hukum pasal 1 butir 5 CV adalah badan usaha bukan badan hukum yang mempunyai satu atau lebih sekutu komplementer dan sekutu Komanditer.
Dari ketentuan pasal itu terlihat bahwa di dalam CV terdapat dua alat kelengkapan yaitu pesero yang bertanggung jawab secara tanggung renteng (pesero aktif) dan pesero yang memberikan pinjaman uang (pesero pasif). Pesero aktif adalah orang yang mempunyai tanggung jawab penuh untuk mengelola perusahaan dengan jabatan direktur. Adapun Persero pasif adalah orang yang mempunyai tanggung jawab sebatas modal yang ditempatkan dalam perusahaan (Zainal Asikin, 2018:41)
Pesero dibelakang layar atau pesero pasif atau komanditaris yang juga disebut sleeping partners, sedangkan anggota yang memimpin perseroan dan bertindak keluar adalah anggota-anggota aktif yang disebut pesero pengurus atau pesero pemimpin atau juga disebut komplementaris.
Menurut pasal 20 ayat 3 KUHD tanggung jawab pesero Komanditer hanya terbatas pada sejumlah modal yang ia setor. Dan di pasal 20 ayat 2 KUHD ditentukan pula pesero Komanditer tidak boleh ikut serta dalam pengurusan perseroan atau mencampuri pesero kerja. Apabila larangan tersebut dilanggar, Pasal 21 KUHD memberikan sanksi pada pesero Komanditer. Sanksi yang diberikan dalam bentuk pesero Komanditer tersebut harus bertanggung jawab secara pribadi untuk keseluruhan terhadap semua utang atau perikatan yang dibuat persekutuan.
Pesero biasa atau pesero aktif atau pesero komplementer adalah pesero yang menjadi pengurus perseroan atau persekutuan. Pesero inilah yang akan menjalankan perseroan atau perusahaan atau CV. Ia aktif menjalankan hubungan dengan pihak ketiga. Sehingga tanggung jawab adalah tanggung jawab secaa pribadi untuk keseluruhan. Apabila pesero aktif lebih dari satu orang maka didalam anggaran dasar harus ditegaskan tentang siapa yang diperkenankan untuk bertindak keluar.
A. Jenis-jenis Perseroan Komanditer
Zainal Asikin mengutip H.M.N Purwosutjipto menyebutkan ada tiga jenis perseroan komanditer, yaitu :
1. Perseroan komanditer diam-diam, yaitu adalah perseroan komanditer yang belum menyatakan dirinya secara terang-terangan kepada pihak ketiga sebagai perseroan komanditer.
2. Perseroan komanditer terang-terangan, yaitu perseroan komanditer yang dengan terang-terangan menyatakan dirinya perseroan komanditer terhadap pihak ketiga.
3. Perseroan komanditer dengan saham, yaitu perseroan komanditer terang-terangan yang modalnya terdiri atas saham-saham. Pembentukan dan pengeluaran saham semacam ini berdasarkan ketentuan pasal 1338 ayat 1 dan pasal 1337 KUHPer Jo. Pasal 1 KUHD.
B. Pendirian CV
Untuk mendirikan CV dibutuhkan minimal dua orang yang bertindak sebagai pesero aktif dan pesero pasif. Para pendiri harus 100 persen WNI. Warga asing tidak diperbolehkan. Setiap pendirian CV harus dengan akta auntentik sebagai akta pendirian dan dilakukan oleh notaris yang berwenang diwilayah NKRI. Pertama kali yang harus dilakukan dalam mendirikan CV adalah menetapkan kerangka anggaran dasar perseroan sebagai acuan untuk dibuatkan akta autentik oleh notaris yang berwenang.
Sesungguhnya tidak ada syarat khusus oleh UU bahwa pendirian CV harus dengan akta autentik. Sebenarnya tidaklah memerlukan suatu formalitas dan karenanya dapat dilakukan dengan lisan maupun tulisan. Hanya saja dalam praktik di Indonesia sekarang perjanjian pendirian CV diadakan di akta notaris.
Pemakaian nama CV tidak diatur khusus oleh UU namun harus berkedudukan di wilayah NKRI. pula di lengkapi dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha. Dalam akta pendirian tidak perlu disebutkan mengenai modal yang disetor, besarnya modal perseroan dapat dicantumkan di SIUP. Yang paling terpenting adalah harus ditetapkan siapa saja yang menjadi pesero aktif dan pesero pasif.
C. Hubungan intern dan ekstern Pesero
Hubungan intern adalah hubungan antara pesero pasif dan pesero aktif. Pesero aktif memiliki kewajiban untuk memasukan uang atau barang kedalam perseroan atau memasukan tenaganya untuk menjalankan perseroan. Pesero aktif memikul tanggung jawab tidak terbatas atas kerugian yang diderita oleh perseroan dalam menjalankan usahanya. Pembagian keuntungan dan kerugian diantara para pesero diatur dalam akta pendirian. Apabila tidak ada pengaturan sebelumnya maka berlaku pasal 1633 ayat 1 dan pasal 1634 KUHper.
Sedangkan hubungan ekstern para pesero dengan pihak ketiga adalah tetap berpegang pada kaidah bahwa hanya pesero aktif yang berhak menjalankan perusahaan atau CV dalam hubungannya dengan pihak ketiga. Hal ini sangat penting mengingat pertanggungjawaban hukum pesero. Sesuai dengan pasal 20 maka jika terjadi kerugian pesero aktif akan diminta pertanggung jawabannya secara tanggung renteng. Implikasinya pesero pasif tidak perlu memikul kerugian CV yang jumlahnya lebih besar dari modal yang disetorkan.
D. Berakhirnya CV.
Karena hakikatnya CV adalah persekutuan perdata maka berakhirnya CV adalah sama dengan persekutuan perdata yang diatur dalam pasal 1646 dan 1652 KUHperdata.
Pasal 1646 menyebutkan bahwa paling tidak 4 hal yang menyebabkan persekutuan berakhir, yaitu lewatnya masa perjanjian waktu perseroan, musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok perseroan, kehendak dari pesero dan jika salah satu pesero meninggal dunia atau ditaruh dibawah pengampunan.
Jika CV bubar maka pesero aktif yang berwenang melakukan likuidasi, kecuali disimpangi dalam perjanjian atau rapat pesero aktif. Jika setelah likuidasi masih terdapat sisa harta CV, maka dibagikan kepada semua pesero sesuai pemasukan masing-masing.