Foto : Dok Pribadi

“Menulis adalah kerja keabadian” demikian gubah sastrawan besar Pramoedya Ananta Tour.

Menulis selain tuntutan prestise bagi para cendikiawan kini juga telah menjadi kewajiban administratif. Misalnya untuk mengusul kepangkatan dosen, diwajibkan menulis beberapa jurnal yang harus diterbitkan dilaman jurnal terakreditasi.

Khusus untuk prof biasanya ada target jurnal terindeks Scopus. Scopus akan menjadi prestise tersendiri bagi para prof -seperti sudah menjadi kewajiban secara tidak langsung. Semakin banyak menulis maka kepakaran semakin terlegitimasi.

Apalagi dalam dunia hukum. Dimana doktrin menjadi salah satu sumber hukum (Sudikno Mertokusumo, 2014). Sehingga begitu penting posisi karya tulis khususnya buku bagi seorang ilmuwan hukum.

Sebagai mahasiswa hukum dan pecinta literasi, buku menjadi kebutuhan utama. Sangat penting untuk mempelajari dan terutama memahami tata hukum serta penafsiran hukum yang banyak di tulis oleh para ahli hukum.

Oleh karena itu saya -dengan kemampuan ekonomi yang pas-pasan -berusaha mengkoleksi buku hukum yang ditulis oleh prof-prof hukum dari berbagai kampus ternama di tanah air.

Seringkali -setidaknya lebih dari sekali saya harus menelan kekecewaan. Hanya karena buku tebal yang saya beli dengan harga cukup mahal (untuk kantong saya), isinya justru separuh lampiran UU atau RUU.

Bisa dibayangkan, buku yang tebalnya 300 halaman dengan harga tidak kurang dari 80rb rupiah -isinya separuh, atau 150 halaman hanyalah lampiran undang-undang.

Bukan hanya undang-undang, pernah sekali berisi -sebagian besar halaman – file presentase Powerpoint. Padahal buku itu ditulis oleh seorang profesor hukum kenamaan.

Bayangkan hanya membeli satu dua undang-undang yang dapat didownload secara gratis, harus mengeluarkan uang ratusan ribu. betapa nyesek jiwa misqeun ku !!

Jika terlebih dahulu ada pemberitahuan di cover sebenarnya ruginya tidak seberapa. Tetapi banyak juga yang tidak mencantumkan informasi bahwa buku tersebut juga berisi UU.

Akhirnya semangat 45 karena sudah mampu membeli buku, berubah menjadi kekecewaan tak terperi.

Terkadang terlintas pikir, apa ini masuk kategori wansprestasi ? Atau perbuatan melawan hukum ? Atau penipuan ?

Walaupun tidak masuk ketiganya janganlah buat kami-kami merugi.

Sehingga melalui tulisan singkat ini saya ingin para ilmuwan hukum untuk menulislah yang serius. Karena kalau hanya melampirkan UU dan kemudian dicetak, anak semester 2 (dua) juga bisa.

Tinggalkan komentar